Senin, 01 Juli 2013

Sejarah Bakpia Pathok 25 Yogyakarta


Sejarah Bakpia Pathok 25 Yogyakarta


 



            Yogyakarta, atau kerap disapa dengan "Jogja" merupakan kota tujuan wisata yang beragam keistimewaan untuk menarik wisatawan untuk berkunjung. Mulai dari wisata alam, sejarah, budaya dan kuliner. Begitu juga dengan bakpia dikenal sebagai salah satu kuliner khas kota Jogja selain gudeg. Setiap musim libur tiba, makanan khas ini menjadi salah satu oleh-oleh wisatawan untuk teman dan sanak saudara dirumah.

            Bakpia Pathok 25 dikenal luas sebagai salah satu produk kuliner bercitra rasa istimewa dan menjadi legenda kuliner di kota Jogja. Setiap musim libur tiba, banyak wisatawan berkunjung di toko ini. Di mulai dari pintu masuk, para petugas parkir beradu peluit untuk mengatur hilir mudik laju kendaraan wisatawan yang diparkir di sekitar toko ini.

            Bakpia Pathok 25 dirintis oleh Ibu Tan Aris Nio dan diteruskan oleh anaknya yang bernama Arlen Sanjaya. Beliau memulai usaha ini dari proses coba-coba dengan hanya satu orang pegawai saja serta dibantu oleh lima putra putri beliau termasuk Arlen Sanjaya.

            Mau tahu informasi mengenai bakpia itu sendiri? Bakpia sebenarnya berasal dari China dengan nama asli Tau Luk Pia, yang memiliki arti kue kacang hijau. Di Yogyakarta, khususnya di kawasan Pathuk, kue ini mulai diproduksi sejak tahun 1948 dan dipelopori oleh masyarakat WNI keturunan China.

            Pada waktu itu, bakpia masih diperdagangkan secara eceran dan pengemasannya pun masih menggunakan besek (tempat dari anyaman bambu) tanpa merk dan peminatnya pun masih terbatas.

 

            Bakpia sebenarnya berasal dari negeri Cina, aslinya bernama Tou Luk Pia, yang artinya adalah kue pia (kue) kacang hijau. Selain itu pula bakpia mulai diproduksi di kampung Pathok Yogyakarta, sejak sekitar tahun 1948. Waktu itu masih diperdagangkan secara eceran dikemas dalam besek tanpa label, peminatnya pun masih sangat terbatas. Proses itu berlanjut hingga mengalami perubahan dengan kemasan kertas karton disertai label tempelan.

 

Pada tahun 1980 mulai tampil kemasan baru dengan merek dagang sesuai nomor rumah, diikuti munculnya bakpia-bakpia lain dengan merek dagang nomer berlainan. Demikian pesatnya perkembangan "kue oleh-oleh" itu hingga mencapai booming sejak sekitar tahun 1992.

 


Produksi bakpia yang dilakukan oleh bapak Arlen Sanjaya (Bp Arlen Sanjaya adalah generasi penerus pembuat Bakpia Pathok 25 yang dahulu berasal dari bisnis keluarga) setiap harinya tidak tetap karena produk yang kami buat "Selalu Baru dan Hangat".

Perusahaan Bakpia Pathok "25" mempunyai 5 toko cabang yaitu 2 toko cabang di jalan AIP KS. Tubun dan 1 toko cabang di jalan Bhayangkara,serta 2 toko dijalan Laksada Adisucipto (jalan ke arah kota Solo). Toko-toko cabang ini biasanya mengambil bakpia dari pusat produksi dengan merek dagang 25.

Pada tahun-tahun pertama, perusahaan menggunakan oven dengan bahan bakar arang. Setelah usaha beliau semakin sukses menambah lagi jumlah oven dengan bahan bakar gas.

Dalam usahanya bapak Arlen Sanjaya dibantu oleh 100 karyawan pria dan wanita. Pegawai wanita yang biasanya bertugas sebagai pencetak bakpia dan pengemas, sedangkan pegawai pria biasanya bertugas sebagai pembuat adonan, pembuat isi / kumbu, pengoven serta pemasar ataupun mengirim bakpia ke sejumlah tempat.

 

 

Mulai dipatenkan

            Di tahun 1980-an, nama Bakpia Pathok 25 sudah dipatenkan menjadi merk dagang dengan diiringi perubahan kemasan dari besek ke kardus. Di saat yang sama, ide tersebut diikuti dengan munculnya bakpia-bakpia lain dengan merk dagang yang sama dengan nomor berbeda. Demikian pesatnya perkembangan industri bakpia hingga menjadi salah satu ciri khas kuliner di kota Jogja hingga sekarang ini.

 

            Dengan perjuangan yang gigih pantang menyerah, Ibu Tan Aris Nio mampu menjadikan Bakpia Pathok 25 menjadi makanan khas kota Jogja bercitarasa istimewa. Keberhasilan beliau tidak terlepas dari proses regenerasi beliau dalam menjalankan usaha bisnisnya kepada putranya Bapak Arlen Sanjaya sehingga menjadikan Bakpia Pathok 25 menjadi besar seperti sekarang

            Sampai sekarang ini Bakpia Pathuk 25 memiliki beberapa cabang penjualan resmi yaitu Toko Ongko Joyo di Jalan AIPTU KS Tubun no 65, Pasar Pathok Jl. Bhayangkara, Toko Kembang Jaya dan Bandara Jaya di Jalan Laksda Adisutjipto kilometer 9 dan kilometer 11,5.

Jika Anda suatu saat berkunjung ke Yogyakarta, jangan lupa mampir ya bawa oleh-oleh yang satu ini.

 

TOKO PASAR PATHOK 25


 

Toko Pasar Pathok berlokasi di Kios Pasar Pathok 14-18 Telp.(0274) 561551 Yogyakarta.Tempat yang sangat strategis berada dibelakang kawasan Malioboro dan tepat dibelakang Ramai Family Mall.Jika anda berkesempatan mengunjungi kawasan Malioboro dan Ramai Mall Silakan mengunjungi toko kami.Jika anda belum mengetahui lokasi toko kami silahkan bertanya kepada para tukang becak dan andong dikawasan Malioboro maka mereka dengan senang hati akan mengantarkan anda ke toko kami.

Bakpia Pathok 25 - Makanan Khas Yogya Dengan Keuntungan 30 Persen

 

Siapa yang tidak mengenal Bakpia Pathok, makanan khas Yogyakarta yang banyak dijajakan di sekitar jalan Pathok Yogyakarta. Makanan yang dulu resepnya diadopsi dari makanan China ini ternyata cukup laris manis terjual. Bakpia Pathok 25, salah satu brand merk makanan ini telah menunjukkan bahwa bakpia sangat digemari tidak hanya oleh masyarakat Yogya, namun juga masyarakat diluar Yogyakarta. Bagaimanakah potensi bisnis makanan khas ini?



            Tidak lengkap rasanya, jika datang ke Yogyakarta tanpa mencicipi makanan berbahan tepung terigu dan kacang hijau ini. Kata bakpia, menurut Arlen Sanjaya, pemilik PT Bakpia Pathok 25, diadopsi dari nama makanan China yang artinya Pia isi daging babi. Namun karena menyesuaikan budaya orang Indonesia, isi daging babi diganti dengan isi kacang hijau. Sementara nama Pathok, karena pengrajin makanan ini tinggal di sekitar jalan Pathok. Namun perkembangannya, bakpia kini tidak hanya berbahan kacang hijau, namun juga semakin dimodifikasi dengan isi keju, coklat, dan selai nanas. 



“Sejarahnya sejak jaman dulu makanan ini memang sudah ada di China. Kata bakpia, bakmoa, bakso, bakpao, bak itu khan artinya daging babi. Karena kita pengusaha, membuat pangsa pasar yang seluas-luasnya, maka diisi dengan kacang hijau agar sesuai masyarakat sini. Padahal sebenarnya kalau menggunakan kacang hijau namanya harusnya tau luk pia, namun sudah terlanjur familiar dengan nama bakpia.” Ungkap Arlen Sanjaya, pemilik PT Bakpia Pathok 25. 



            Sebagai salah satu produsen besar bakpia di Yogyakarta, PT Bakpia Pathok 25 lahir dari perusahaan kecil. Awal lahirnya Bakpia Pathok 25, dimulai dari usaha kecil milik Alm. Tan Aris Nio, seorang janda keturunan yang harus berjuang demi menghidupi anak-anaknya. Meskipun dia bukan orang pertama, yang memproduksi bakpia, karena pada saat itu sudah banyak orang yang juga memproduksinya. Saat itu, Tan Aris Nio hanya membuat kue ini, kemudian dititipkan ke toko-toko. Barangkali ia menyadari, bahwa bakpia bakal menjadi makanan yang digemari banyak orang. Benar saja, kini Bakpia Pathok 25 telah memiliki 5 toko cabang, dan 1 lokasi untuk toko sekaligus produksi. Selain itu, untuk penjualannya banyak orang luar daerah Yogyakarta yang mengambil kue ini untuk kemudian dijual di Magelang, Semarang, dan daerah lainnya. 



“Saya nggak ingat kapan ibu saya mulai. Dulu cuman diantar-antar ke toko kecil, warung kecil. Memang ibu saya sedikit tahu, ini peluang yang besoknya bakal booming. Ini bisa jadi andalan khas oleh-oleh,” papar Arlen Sanjaya.



Manajemen One Man Show




            Barangkali bukan hanya PT Bakpia Pathok 25, produsen kue bakpia yang masih menggunakan manajemen one man show. Meski telah mempekerjakan 100 pegawai, seperti layaknya UKM, Arlen Sanjaya mengaku sistem operasi perusahaannya masih terpusat kepadanya. Meski demikian, ia berani mengklaim, PT Bakpia Pathok 25 merupakan pengrajin bakpia pertama yang telah menggunakan brand (merk). Melalui sentuhan manajemen Lita Sanjaya, kakak perempuan Arlen, dulu menggunakan merk Bakpia Pathok 38. Alasanya, karena saat itu menyewa toko dengan nomor 38. Namun karena dianggap sebagai angka kawin mistis dalam penanggalan Imlek, maka diubahlah menjadi Bakpia Pathok 25. Ternyata, dewi fortuna menghampiri, merk 25 ini terkenal dan menjadi brand yang cukup diperhitungkan.



            “Saat itu sudah banyak pengrajin bakpia, namun pada belum pakai merk. Kita berani bilang kita pakai merk yang pertama. Mungkin memang ibu saya membuat bakpia bukan yang pertama, tapi yang pertama pakai brand itu ibu saya, saat itu menggunakan nama 38. Membuat merk lagi, angka 25, tapi malah yang terkenal 25 ini. pemikirannya, angka 38 itu khan kawin mistik, 25 ini khan bisa dibicarakan selawe, duapuluh lima,” papar Arlen. 

 

 



            Menyadari betul mengenai pentingnya brand, kemudian dibuatlah slogan Bakpia Pathok 25 Oleh-oleh Khas Jogja. Menurut Arlen Sanjaya, nama Bakpia Pathok 25 tidak bisa dipatenkan karena berkaitan dengan nama kue, nama jalan, dan angka yang merupakan milik publik. Namun Arlen telah mematenkan Bakpia Pathok 25 secara utuh 1 kardus atau 1 kotak. Sertifikat Depkes pun telah diraih pada tahun 1988 dan serifikat halal MUI pada 1998. Mengenai kemasan, jika dulu hanya menggunakan kemasan kotak anyaman bambu (besek), kemudian dikemas dalam kardus putih biasa, kini telah dikemas dalam kardus dengan desain elegan dan higienis.



“Dari segi kemasan dari dulu kita memang paling menang. Sebelum ini bakpia hanya dikemas dalam kertas buram (contong), kalau beli lebih dari 10 biji dikemas dalam kotak anyaman bambu (besek). Besek ini kalau hujan ini jamur, bubuk, juga besar kecilnya nggak sama. Saat itu merk hanya bisa dikasih label tempelan kertas terus ditali. Itu pertama, dulu punya merk tapi cuman ditempelin,” ujar Arlen. 



Angka Penjualan Fluktuatif 


            Arlen mengaku angka penjualan Bakpia Pathok 25 miliknya, amat fluktuatif. Barangkali ini bisa menjadi salah satu kendala ataupun dianggap sebagai tantangan. Pasalnya, jika dalam keadaan ramai, Arlen yang dibantu 100 karyawan kewalahan untuk memenuhi permintaan pasar, sehingga masih kekurangan tenaga. Bahkan omset bisa mencapai 5-6 kali lipat dibanding hari biasa. Namun jika sepi, tentu saja 100 karyawan yang membantu Arlen terkesan berlebihan tenaga. Karena, Bakpia dibuat tanpa bahan pengawet dan hanya tahan dalam waktu 5 hari, maka produksi tidak bisa distok. Untuk menyikapi hal ini, jika dalam keadaan ramai, yaitu menjelang liburan nasional, atau pada hari jumat, sabtu, dan minggu, Arlen mengambil tenaga borongan (pocokan) dengan mekanisme pembayaran 3 kali lipat dibanding karyawan biasa. 



“Bakpia itu fluktuatif sekali pasarnya, diwaktu sepi ya sepi sekali pasarnya. Diwaktu ramai bisa 5-6 kali omset harian. Makanya saya menyediakan tenaga agak repot, waktu sepi saya menggunakan 40-50 tenaga cukup. Tapi kalau ramai pakai 200 tenaga masih kurang. 



            Mengenai perekrutan pegawai, Arlen merekrut orang yang bukan dari pendidikan tinggi. Rata-rata lulusan SD, bahkan SMP pun tidak lulus yang rata-rata dari Bantul, Wonosari, dan Kulonprogo dengan sistem upah UMP DIY. Mekanisme perekrutannya, hanya melalui kenalan pegawai yang sudah bekerja di Bakpia Pathok 25. Tidak pernah ditanyakan mengenai, ijazah, minimal memiliki KTP dan memiliki niat untuk bekerja, itu sudah cukup. Mengenai pekerjaan yang dilakukan serabutan, mulai produksi bakpia, jaga toko, hingga perawatan peralatan produksi. Karena resep pembuatan bakpia cukup terbuka, dari sinilah mulai terjadi persaingan antar pengrajin. Selain itu bahan bakunya juga tidak sulit untuk didapatkan. Arlen biasa mengambil bahan baku terigu dari Yogyakarta, sementara untuk kacang hijau yang paling bagus dari daerah Demak dan Tuban. 

 

 



            Karena tidak terlalu sulit untuk membuat bakpia, maka mulai bermunculanlah pesaing-pesaing Bakpia Pathok 25. Bahkan dideret jalan Pathok, banyak pengrajin menjajakan makanannya dengan berbagai macam brand. Agar tetap eksis dalam bisnis ini, Arlen menyikapinya dengan tetap menjaga kualitas dan mutu bakpia buatanya. Termasuk selalu terus terang kepada pembeli mengenai tanggal kadaluarsa, karena kebanyakan orang membeli bakpia untuk dijadikan buah tangan atau oleh-oleh. Meski tidak bersedia berterus terang, namun ketika paling ramai, bisa diasumsikan Arlen memproduksi 1000 kardus bakpia dengan harga mulai Rp 12.000 per kardus. Arlen mengaku memperoleh keuntungan antara 20-30 persen, sementara keuntungan bersih 10 persen optimis dapat diraih. 


           
            Guna lebih mengembangkan bisnisnya, selain pembenahan manajemen internal, Arlen juga berencana membuka outlet dekat bandara, agar lebih memudahkan pelanggan untuk mendapatkan bakpia. Selain itu, setiap tahunnya Arlen telah mengikuti pameran di Pekan Raya Jakarta dengan menyewa 1 stan, dan telah membuka kantor cabang di Jl Kemandoran, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Meski pasarnya pasar lokal, karena bakpia tidak mungkin diekspor karena kendala keawetan. Namun tampaknya, bisnis makanan satu ini masih tetap menjanjikan. Selain rasanya enak, ternyata keuntungannya juga lumayan. Malik



Asumsi Penghitungan Keuntungan Bakpia Pathok 25 :


- Omset per hari jika sedang ramai :


- Untuk penjualan Bakpia Pathok 25 per hari kalau sedang ramai : 1000 kardus x Rp 12.000 =Rp 12.000.000


- Biaya operasional (biaya bahan baku, gaji karyawan, listrik, telpon, dll) = Rp 8.400.000 


- Keuntungan kotor 30% = Rp 3.600.000


- Namun jika dalam keadaan sepi, asumsi omset penjualan hanya sekitar 200 kardus x Rp 12.000 = Rp 2.400.000

 

 

 

 

 

 

 

PERTANYAAN:

1.      Kapan, dimana di mulai usaha, apakah dengan usaha yang sama?

2.      Apakah ia mengembangkan usahanya sebagai usaha sendiri?

3.      Sumber dana/modal asal usahanya, darimana dan jumlahnya?

4.      Awal memasarkan produknya?

5.      Apakah dia menjual produk yang sama?

6.      Siapakah pemilik usaha tersebut pada saat awal dan sekarang?

7.      Apa bentuk kepemilikannya?

8.      Berapa jumlah pekerja pada saat awal dan sekarang?

9.      Apakah ada sistem manajemen tertentu yang diterapkan pada saat sekarang?

10.  Apakah ada orang yang ditunjuk sebagai koordinator dalam kegiatan usaha, bagaimana cara penunjukan koordinator/ketua tersebut?

11.  Apakah ada prestasi yang dicapai?

12.  Apakah usaha tersebut usaha sukses? Gunakan 7 aspek kelayakan usaha?

13.  Apakah dia akan bertahan lama dan berkembang?

 

JAWAB:

 

1.                  Memulai usaha sejak tahun 1948 di rumah sendiri dengan membuat kue bakpia pathok dan di patenkan pada tahun 1980-an.

2.                  YA

3.                  Modal usaha pertama kali sekitar Rp. 500.000

4.                  Awal memasarkan produk hanya di sekitar komplek perumahan,karena masih uji coba.

5.                  Usaha ini menjual produk yang sama dari tahun ke tahun yaitu “Bakpia Pathok 25”

6.                  Usaha ini pertama kali di rintis oleh Alm Ibu Tan Aris Nio dan diteruskan oleh anaknya yang bernama Arlen Sanjaya.

7.                  Usaha milik pribadi

8.                  Bakpia Pathok 25 dirintis oleh Alm Ibu Tan Aris Nio dengan hanya satu orang pegawai saja serta dibantu oleh lima putra putri beliau termasuk Arlen Sanjaya. Dan saat ini sudah mempunyai pegawai sebanyak 100 karyawan.

9.                  Ada, yaitu Manajemen One Man Show

10.              Tidak ada, karena pemiliknya terlibat langsung dengan proses produksi.

11.              Sertifikat Depkes pun telah diraih pada tahun 1988 dan serifikat halal MUI pada 1998.

12.              YA.

a.       Pasar: Menjual produknya dengan sangat luas.

b.      Pemasaran: Pada waktu itu, bakpia masih diperdagangkan secara eceran dan pengemasannya pun masih menggunakan besek (tempat dari anyaman bambu) tanpa merk dan peminatnya pun masih terbatas dan sekarang sudah mempunyai beberapa outlite untuk memasarkan produknya.

 

c.       Aspek Teknologi: Menggunakan alat sederhana untuk proses produksi.

d.      Aspek Keuangan : - Biaya operasional (biaya bahan baku, gaji karyawan, listrik, telpon, dll) = Rp 8.400.000

 

- Keuntungan kotor 30% = Rp 3.600.000

- Namun jika dalam keadaan sepi, asumsi omset penjualan hanya sekitar 200 kardus x Rp 12.000 = Rp 2.400.000

e. Aspek lingkungan: Menyerap tenaga kerja dari penduduk sekitar kegiatan usaha, Banyak yang tertarik pergi ke yogya untuk membeli oleh-oleh produk ini

f. Sistem Legalitas: Dipatenkan oleh Bapak Arlen Sanjaya pada tahun 1980-an dengan mendapatkan 11.     Sertifikat Depkes pun telah diraih pada tahun 1988 dan serifikat halal MUI pada 1998.

g. Aspek Sosial dan Ekonomi: Mempunyai tenaga kerja sebanyak 100 pegawai untuk memproduksi bakpia pathok 25, dan tenaga kerjanya di gaji setiap bulan sebesar kurang lebih Rp.800.000

13. Pasti berkembang, karena kebanyakan orang sudah mengetahui dan mengenal prodak ini. Jadi dengan kemajuan teknologi yang sekarang tidak sulit rasanya orang-orang akan mengetahui dan mengenal prodak ini. Akan tetapi ketika usaha ini sudah berkembang luas pemilik harus menguatkan sistem usahanya agar tidak berhenti kegiatan usaha.

 

4 komentar:

  1. ada berapa shift jam kerja dan masing masing shift berapa jam

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. berapa hari masa training utk karyawan baru dan apakah harus masuk shift siang

    BalasHapus
  4. apakah pembelian dalam jumlah banyak akan mendapat diskon? bakpia pathok nya enak kayanya nih...

    BalasHapus