Yogyakarta, atau kerap disapa dengan "Jogja"
merupakan kota tujuan wisata yang beragam keistimewaan untuk menarik wisatawan untuk
berkunjung. Mulai dari wisata alam, sejarah, budaya dan kuliner. Begitu juga
dengan bakpia dikenal sebagai salah satu kuliner khas kota Jogja selain gudeg.
Setiap musim libur tiba, makanan khas ini menjadi salah satu oleh-oleh
wisatawan untuk teman dan sanak saudara dirumah.
Bakpia Pathok 25 dikenal luas
sebagai salah satu produk kuliner bercitra rasa istimewa dan menjadi legenda
kuliner di kota Jogja. Setiap musim libur tiba, banyak wisatawan berkunjung di
toko ini. Di mulai dari pintu masuk, para petugas parkir beradu peluit untuk
mengatur hilir mudik laju kendaraan wisatawan yang diparkir di sekitar toko
ini.
Bakpia Pathok 25 dirintis oleh Ibu Tan
Aris Nio dan diteruskan oleh anaknya yang bernama Arlen Sanjaya.
Beliau memulai usaha ini dari proses coba-coba dengan hanya satu orang pegawai
saja serta dibantu oleh lima putra putri beliau termasuk Arlen Sanjaya.
Mau tahu informasi mengenai bakpia
itu sendiri? Bakpia sebenarnya berasal dari China dengan nama asli Tau Luk Pia,
yang memiliki arti kue kacang hijau. Di Yogyakarta, khususnya di kawasan
Pathuk, kue ini mulai diproduksi sejak tahun 1948 dan dipelopori oleh
masyarakat WNI keturunan China.
Pada waktu itu, bakpia masih
diperdagangkan secara eceran dan pengemasannya pun masih menggunakan besek
(tempat dari anyaman bambu) tanpa merk dan peminatnya pun masih terbatas.
Bakpia
sebenarnya berasal dari negeri Cina, aslinya bernama Tou Luk Pia, yang artinya
adalah kue pia (kue) kacang hijau. Selain itu pula bakpia mulai diproduksi di
kampung Pathok Yogyakarta, sejak sekitar tahun 1948. Waktu itu masih
diperdagangkan secara eceran dikemas dalam besek tanpa label, peminatnya pun
masih sangat terbatas. Proses itu berlanjut hingga mengalami perubahan dengan
kemasan kertas karton disertai label tempelan.
Pada tahun 1980 mulai tampil kemasan baru dengan merek
dagang sesuai nomor rumah, diikuti munculnya bakpia-bakpia lain dengan merek
dagang nomer berlainan. Demikian pesatnya perkembangan "kue
oleh-oleh" itu hingga mencapai booming sejak sekitar tahun 1992.
Produksi bakpia yang dilakukan oleh bapak Arlen Sanjaya (Bp
Arlen Sanjaya adalah generasi penerus pembuat Bakpia Pathok 25 yang dahulu berasal
dari bisnis keluarga) setiap harinya tidak tetap karena produk yang kami buat
"Selalu Baru dan Hangat".
Perusahaan Bakpia Pathok "25" mempunyai 5 toko
cabang yaitu 2 toko cabang di jalan AIP KS. Tubun dan 1 toko cabang di jalan
Bhayangkara,serta 2 toko dijalan Laksada Adisucipto (jalan ke arah kota Solo).
Toko-toko cabang ini biasanya mengambil bakpia dari pusat produksi dengan merek
dagang 25.
Pada tahun-tahun pertama, perusahaan menggunakan oven
dengan bahan bakar arang. Setelah usaha beliau semakin sukses menambah lagi
jumlah oven dengan bahan bakar gas.
Dalam usahanya bapak Arlen Sanjaya dibantu oleh 100
karyawan pria dan wanita. Pegawai wanita yang biasanya bertugas sebagai
pencetak bakpia dan pengemas, sedangkan pegawai pria biasanya bertugas sebagai
pembuat adonan, pembuat isi / kumbu, pengoven serta pemasar ataupun mengirim
bakpia ke sejumlah tempat.
Mulai
dipatenkan
Di tahun 1980-an, nama Bakpia Pathok
25 sudah dipatenkan menjadi merk dagang dengan diiringi perubahan kemasan dari
besek ke kardus. Di saat yang sama, ide tersebut diikuti dengan munculnya
bakpia-bakpia lain dengan merk dagang yang sama dengan nomor berbeda. Demikian
pesatnya perkembangan industri bakpia hingga menjadi salah satu ciri khas
kuliner di kota Jogja hingga sekarang ini.
Dengan perjuangan yang gigih pantang
menyerah, Ibu Tan Aris Nio mampu menjadikan Bakpia Pathok 25 menjadi makanan
khas kota Jogja bercitarasa istimewa. Keberhasilan beliau tidak terlepas dari
proses regenerasi beliau dalam menjalankan usaha bisnisnya kepada putranya
Bapak Arlen Sanjaya sehingga menjadikan Bakpia Pathok 25 menjadi besar seperti
sekarang
Sampai sekarang ini Bakpia Pathuk 25
memiliki beberapa cabang penjualan resmi yaitu Toko Ongko Joyo di Jalan AIPTU
KS Tubun no 65, Pasar Pathok Jl. Bhayangkara, Toko Kembang Jaya dan Bandara
Jaya di Jalan Laksda Adisutjipto kilometer 9 dan kilometer 11,5.
Jika Anda
suatu saat berkunjung ke Yogyakarta, jangan lupa mampir ya bawa oleh-oleh yang
satu ini.
TOKO PASAR PATHOK 25
Toko Pasar Pathok berlokasi di Kios Pasar
Pathok 14-18 Telp.(0274) 561551 Yogyakarta.Tempat yang sangat strategis
berada dibelakang kawasan Malioboro dan tepat dibelakang Ramai Family Mall.Jika
anda berkesempatan mengunjungi kawasan Malioboro dan Ramai Mall Silakan mengunjungi
toko kami.Jika anda belum mengetahui lokasi toko kami silahkan bertanya kepada
para tukang becak dan andong dikawasan Malioboro maka mereka dengan senang hati
akan mengantarkan anda ke toko kami.
Bakpia Pathok 25 - Makanan Khas
Yogya Dengan Keuntungan 30 Persen
Siapa yang tidak mengenal Bakpia Pathok, makanan khas
Yogyakarta yang banyak dijajakan di sekitar jalan Pathok Yogyakarta. Makanan
yang dulu resepnya diadopsi dari makanan China ini ternyata cukup laris manis
terjual. Bakpia Pathok 25, salah satu brand merk makanan ini telah menunjukkan
bahwa bakpia sangat digemari tidak hanya oleh masyarakat Yogya, namun juga
masyarakat diluar Yogyakarta. Bagaimanakah potensi bisnis makanan khas ini?
Tidak lengkap rasanya, jika
datang ke Yogyakarta tanpa mencicipi makanan berbahan tepung terigu dan kacang
hijau ini. Kata bakpia, menurut Arlen Sanjaya, pemilik PT Bakpia Pathok 25,
diadopsi dari nama makanan China yang artinya Pia isi daging babi. Namun karena
menyesuaikan budaya orang Indonesia, isi daging babi diganti dengan isi kacang
hijau. Sementara nama Pathok, karena pengrajin makanan ini tinggal di sekitar
jalan Pathok. Namun perkembangannya, bakpia kini tidak hanya berbahan kacang
hijau, namun juga semakin dimodifikasi dengan isi keju, coklat, dan selai
nanas.
“Sejarahnya sejak jaman dulu makanan ini memang sudah ada di China. Kata
bakpia, bakmoa, bakso, bakpao, bak itu khan artinya daging babi. Karena kita
pengusaha, membuat pangsa pasar yang seluas-luasnya, maka diisi dengan kacang
hijau agar sesuai masyarakat sini. Padahal sebenarnya kalau menggunakan kacang
hijau namanya harusnya tau luk pia, namun sudah terlanjur familiar dengan nama
bakpia.” Ungkap Arlen Sanjaya, pemilik PT Bakpia Pathok 25.
Sebagai salah satu produsen
besar bakpia di Yogyakarta, PT Bakpia Pathok 25 lahir dari perusahaan kecil.
Awal lahirnya Bakpia Pathok 25, dimulai dari usaha kecil milik Alm. Tan Aris
Nio, seorang janda keturunan yang harus berjuang demi menghidupi anak-anaknya.
Meskipun dia bukan orang pertama, yang memproduksi bakpia, karena pada saat itu
sudah banyak orang yang juga memproduksinya. Saat itu, Tan Aris Nio hanya
membuat kue ini, kemudian dititipkan ke toko-toko. Barangkali ia menyadari,
bahwa bakpia bakal menjadi makanan yang digemari banyak orang. Benar saja, kini
Bakpia Pathok 25 telah memiliki 5 toko cabang, dan 1 lokasi untuk toko
sekaligus produksi. Selain itu, untuk penjualannya banyak orang luar daerah
Yogyakarta yang mengambil kue ini untuk kemudian dijual di Magelang, Semarang,
dan daerah lainnya.
“Saya nggak ingat kapan ibu saya mulai. Dulu cuman diantar-antar ke toko kecil,
warung kecil. Memang ibu saya sedikit tahu, ini peluang yang besoknya bakal
booming. Ini bisa jadi andalan khas oleh-oleh,” papar Arlen Sanjaya.
Manajemen One Man Show
Barangkali bukan hanya PT
Bakpia Pathok 25, produsen kue bakpia yang masih menggunakan manajemen one man
show. Meski telah mempekerjakan 100 pegawai, seperti layaknya UKM, Arlen
Sanjaya mengaku sistem operasi perusahaannya masih terpusat kepadanya. Meski
demikian, ia berani mengklaim, PT Bakpia Pathok 25 merupakan pengrajin bakpia
pertama yang telah menggunakan brand (merk). Melalui sentuhan manajemen Lita
Sanjaya, kakak perempuan Arlen, dulu menggunakan merk Bakpia Pathok 38.
Alasanya, karena saat itu menyewa toko dengan nomor 38. Namun karena dianggap
sebagai angka kawin mistis dalam penanggalan Imlek, maka diubahlah menjadi
Bakpia Pathok 25. Ternyata, dewi fortuna menghampiri, merk 25 ini terkenal dan
menjadi brand yang cukup diperhitungkan.
“Saat itu sudah banyak
pengrajin bakpia, namun pada belum pakai merk. Kita berani bilang kita pakai
merk yang pertama. Mungkin memang ibu saya membuat bakpia bukan yang pertama,
tapi yang pertama pakai brand itu ibu saya, saat itu menggunakan nama 38.
Membuat merk lagi, angka 25, tapi malah yang terkenal 25 ini. pemikirannya,
angka 38 itu khan kawin mistik, 25 ini khan bisa dibicarakan selawe, duapuluh
lima,” papar Arlen.
Menyadari betul mengenai
pentingnya brand, kemudian dibuatlah slogan Bakpia Pathok 25 Oleh-oleh Khas
Jogja. Menurut Arlen Sanjaya, nama Bakpia Pathok 25 tidak bisa dipatenkan
karena berkaitan dengan nama kue, nama jalan, dan angka yang merupakan milik
publik. Namun Arlen telah mematenkan Bakpia Pathok 25 secara utuh 1 kardus atau
1 kotak. Sertifikat Depkes pun telah diraih pada tahun 1988 dan serifikat halal
MUI pada 1998. Mengenai kemasan, jika dulu hanya menggunakan kemasan kotak
anyaman bambu (besek), kemudian dikemas dalam kardus putih biasa, kini telah
dikemas dalam kardus dengan desain elegan dan higienis.
“Dari segi kemasan dari dulu kita memang paling menang. Sebelum ini bakpia
hanya dikemas dalam kertas buram (contong), kalau beli lebih dari 10 biji
dikemas dalam kotak anyaman bambu (besek). Besek ini kalau hujan ini jamur,
bubuk, juga besar kecilnya nggak sama. Saat itu merk hanya bisa dikasih label
tempelan kertas terus ditali. Itu pertama, dulu punya merk tapi cuman
ditempelin,” ujar Arlen.
Angka Penjualan Fluktuatif
Arlen mengaku angka penjualan
Bakpia Pathok 25 miliknya, amat fluktuatif. Barangkali ini bisa menjadi salah
satu kendala ataupun dianggap sebagai tantangan. Pasalnya, jika dalam keadaan
ramai, Arlen yang dibantu 100 karyawan kewalahan untuk memenuhi permintaan
pasar, sehingga masih kekurangan tenaga. Bahkan omset bisa mencapai 5-6 kali
lipat dibanding hari biasa. Namun jika sepi, tentu saja 100 karyawan yang
membantu Arlen terkesan berlebihan tenaga. Karena, Bakpia dibuat tanpa bahan
pengawet dan hanya tahan dalam waktu 5 hari, maka produksi tidak bisa distok. Untuk
menyikapi hal ini, jika dalam keadaan ramai, yaitu menjelang liburan nasional,
atau pada hari jumat, sabtu, dan minggu, Arlen mengambil tenaga borongan
(pocokan) dengan mekanisme pembayaran 3 kali lipat dibanding karyawan
biasa.
“Bakpia itu fluktuatif sekali pasarnya, diwaktu sepi ya sepi sekali pasarnya.
Diwaktu ramai bisa 5-6 kali omset harian. Makanya saya menyediakan tenaga agak
repot, waktu sepi saya menggunakan 40-50 tenaga cukup. Tapi kalau ramai pakai
200 tenaga masih kurang.
Mengenai perekrutan pegawai,
Arlen merekrut orang yang bukan dari pendidikan tinggi. Rata-rata lulusan SD,
bahkan SMP pun tidak lulus yang rata-rata dari Bantul, Wonosari, dan Kulonprogo
dengan sistem upah UMP DIY. Mekanisme perekrutannya, hanya melalui kenalan
pegawai yang sudah bekerja di Bakpia Pathok 25. Tidak pernah ditanyakan
mengenai, ijazah, minimal memiliki KTP dan memiliki niat untuk bekerja, itu
sudah cukup. Mengenai pekerjaan yang dilakukan serabutan, mulai produksi
bakpia, jaga toko, hingga perawatan peralatan produksi. Karena resep pembuatan
bakpia cukup terbuka, dari sinilah mulai terjadi persaingan antar pengrajin.
Selain itu bahan bakunya juga tidak sulit untuk didapatkan. Arlen biasa
mengambil bahan baku terigu dari Yogyakarta, sementara untuk kacang hijau yang
paling bagus dari daerah Demak dan Tuban.
Karena tidak terlalu sulit
untuk membuat bakpia, maka mulai bermunculanlah pesaing-pesaing Bakpia Pathok
25. Bahkan dideret jalan Pathok, banyak pengrajin menjajakan makanannya dengan
berbagai macam brand. Agar tetap eksis dalam bisnis ini, Arlen menyikapinya
dengan tetap menjaga kualitas dan mutu bakpia buatanya. Termasuk selalu terus
terang kepada pembeli mengenai tanggal kadaluarsa, karena kebanyakan orang
membeli bakpia untuk dijadikan buah tangan atau oleh-oleh. Meski tidak bersedia
berterus terang, namun ketika paling ramai, bisa diasumsikan Arlen memproduksi
1000 kardus bakpia dengan harga mulai Rp 12.000 per kardus. Arlen mengaku
memperoleh keuntungan antara 20-30 persen, sementara keuntungan bersih 10
persen optimis dapat diraih.
Guna lebih mengembangkan
bisnisnya, selain pembenahan manajemen internal, Arlen juga berencana membuka
outlet dekat bandara, agar lebih memudahkan pelanggan untuk mendapatkan bakpia.
Selain itu, setiap tahunnya Arlen telah mengikuti pameran di Pekan Raya Jakarta
dengan menyewa 1 stan, dan telah membuka kantor cabang di Jl Kemandoran,
Kebayoran Lama, Jakarta Selatan. Meski pasarnya pasar lokal, karena bakpia
tidak mungkin diekspor karena kendala keawetan. Namun tampaknya, bisnis makanan
satu ini masih tetap menjanjikan. Selain rasanya enak, ternyata keuntungannya
juga lumayan. Malik
Asumsi Penghitungan Keuntungan Bakpia
Pathok 25 :
- Omset per hari jika sedang ramai :
- Untuk penjualan Bakpia Pathok 25 per hari kalau sedang ramai : 1000 kardus x
Rp 12.000 =Rp 12.000.000
- Biaya operasional (biaya bahan baku, gaji karyawan, listrik, telpon, dll) =
Rp 8.400.000
- Keuntungan kotor 30% = Rp 3.600.000
- Namun jika dalam keadaan sepi, asumsi omset penjualan hanya sekitar 200
kardus x Rp 12.000 = Rp 2.400.000
PERTANYAAN:
1. Kapan,
dimana di mulai usaha, apakah dengan usaha yang sama?
2. Apakah
ia mengembangkan usahanya sebagai usaha sendiri?
3.
Sumber
dana/modal asal usahanya, darimana dan jumlahnya?
4.
Awal
memasarkan produknya?
5.
Apakah
dia menjual produk yang sama?
6.
Siapakah
pemilik usaha tersebut pada saat awal dan sekarang?
7.
Apa
bentuk kepemilikannya?
8.
Berapa
jumlah pekerja pada saat awal dan sekarang?
9.
Apakah
ada sistem manajemen tertentu yang diterapkan pada saat sekarang?
10.
Apakah
ada orang yang ditunjuk sebagai koordinator dalam kegiatan usaha, bagaimana
cara penunjukan koordinator/ketua tersebut?
11.
Apakah
ada prestasi yang dicapai?
12.
Apakah
usaha tersebut usaha sukses? Gunakan 7 aspek kelayakan usaha?
13.
Apakah
dia akan bertahan lama dan berkembang?
JAWAB:
1.
Memulai usaha sejak tahun 1948 di rumah
sendiri dengan membuat kue bakpia pathok dan di patenkan pada tahun 1980-an.
2.
YA
3.
Modal usaha pertama kali sekitar Rp.
500.000
4.
Awal memasarkan produk hanya di sekitar
komplek perumahan,karena masih uji coba.
5.
Usaha ini menjual produk yang sama dari
tahun ke tahun yaitu “Bakpia Pathok 25”
6.
Usaha ini pertama kali di rintis oleh
Alm Ibu Tan Aris Nio
dan diteruskan oleh anaknya yang bernama Arlen Sanjaya.
7.
Usaha milik pribadi
8.
Bakpia Pathok 25 dirintis oleh Alm
Ibu Tan Aris Nio
dengan hanya satu orang pegawai saja serta dibantu oleh lima putra putri beliau
termasuk Arlen Sanjaya. Dan saat ini sudah mempunyai pegawai sebanyak 100
karyawan.
9.
Ada, yaitu Manajemen
One Man Show
10.
Tidak ada, karena pemiliknya
terlibat langsung dengan proses produksi.
11.
Sertifikat Depkes pun telah diraih pada tahun 1988 dan
serifikat halal MUI pada 1998.
12.
YA.
a. Pasar:
Menjual produknya dengan sangat luas.
b.
Pemasaran: Pada
waktu itu, bakpia masih diperdagangkan secara eceran dan pengemasannya pun
masih menggunakan besek (tempat dari anyaman bambu) tanpa merk dan peminatnya
pun masih terbatas dan sekarang sudah mempunyai beberapa outlite untuk
memasarkan produknya.
c. Aspek
Teknologi: Menggunakan alat sederhana untuk proses produksi.
d.
Aspek Keuangan : - Biaya operasional (biaya bahan
baku, gaji karyawan, listrik, telpon, dll) = Rp 8.400.000
- Keuntungan kotor 30% = Rp 3.600.000
- Namun jika
dalam keadaan sepi, asumsi omset penjualan hanya sekitar 200 kardus x Rp 12.000
= Rp 2.400.000
e. Aspek
lingkungan: Menyerap tenaga kerja dari penduduk sekitar kegiatan usaha, Banyak
yang tertarik pergi ke yogya untuk membeli oleh-oleh produk ini
f. Sistem
Legalitas: Dipatenkan oleh Bapak Arlen Sanjaya pada tahun 1980-an dengan
mendapatkan 11. Sertifikat Depkes pun
telah diraih pada tahun 1988 dan serifikat halal MUI pada 1998.
g. Aspek Sosial dan Ekonomi: Mempunyai
tenaga kerja sebanyak 100 pegawai untuk memproduksi bakpia pathok 25, dan
tenaga kerjanya di gaji setiap bulan sebesar kurang lebih Rp.800.000
13. Pasti berkembang, karena kebanyakan orang sudah mengetahui dan mengenal
prodak ini. Jadi dengan kemajuan teknologi yang sekarang tidak sulit rasanya
orang-orang akan mengetahui dan mengenal prodak ini. Akan tetapi ketika usaha
ini sudah berkembang luas pemilik harus menguatkan sistem usahanya agar tidak
berhenti kegiatan usaha.